Wali Murid Menggugat karena Anaknya Tak Naik Kelas, Ini Kata Disdik DKI

Wali Murid Menggugat karena Anaknya Tak Naik Kelas, Ini Kata Disdik DKI
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat. (Suara.com/Fakhri).
Suara.com - Seorang wali murid bernama Yustina melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena anaknya tidak naik kelas. Salah satu tergugat adalah Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Terkait itu, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mengaku sudah melakukan mediasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI, Syaefuloh Hidayat mengatakan mediasi perlu dilakukan antara kedua belah pihak.
"Intinya kita sudah melakukan mediasi antara kedua belah pihak," ujar Syaefuloh di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Syaefuloh enggan menjelaskan lebih lanjut soal kasus tersebut. Ia juga tidak mau mengatakan kapan mediasi dilakukan dan menyebut mediasi itu sedang berproses.
"Lagi proses, lagi proses (mediasi)," singkatnya.
Sebelumnya, Yustina menggugat secara perdata empat guru di SMA Kolese Gonzaga, Jakarta Selatan sebesar Rp 551 juta dan Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.
Gugatan perdata itu dilayangkan karena Yustina kecewa anaknya tidak naik kelas.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Yustina melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (1/10/2019) dengan perkara nomor 833/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL.
Empat guru yang digugat ialah Pater Paulus Andri Astanto, Himawan Santanu, Gerardus Hadian Panomokta, dan Agus Dewa Irianto.
Yustina juga turut menggugat Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.
Dalam berkas permohonan, Yustina meminta majelis hakim mengabulkan gugatan dan menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Share:

Mendikbud Nadiem Makarim Jelaskan Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak

Mendikbud Nadiem Makarim Jelaskan Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak
Mendikbud Nadiem Makarim saat acara Lepas Sambut di Kemendikbud, Jakarta, Rabu (23/10). [Suara.com/Arya Manggala]

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem (Mendikbud) Nadiem Makariem menyebut pendidikan karakter merupakan prioritas pemerintah saat ini.
Menurutnya, derasnya arus informasi di zaman teknologi saat ini bisa membuat orang kehilangan arah akibat percaya dengan informasi yang tidak benar atau hoax.
"Pertama, yang terpenting itu pendidikan karakter. Sekarang yang sedang terjadi dengan besarnya peran teknologi, kalau pemuda tidak punya karakter, integritas, analisa informasi dengan kuat, maka akan tergerus dengan berbagai macam informasi yang tidak benar," terang dia, dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dilansir Antara, Rabu (6/11/2019).
Oleh karena itu, salah satu prioritasnya adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter, ada yang sifatnya kognitif, ada yang sifatnya moral atau akhlak.
"Hampir semua perusahaan besar di Indonesia, komplain mengenai ketiadaan profesionalisme pada pemuda kita. Ini banyak sekali yang saya dengar," tambah dia.
Profesionalisme yang dimaksud adalah karakter, apakah itu menghormati atasan, menghormati waktu, memperbaiki diri, maupun menghormati rekan kerja. Hal itu berdampak pada ekonomi Indonesia.
Isu lainnya terkait pendidikan karakter adalah intoleransi. Nadiem melihat saat ini bermunculan tren politik identitas dan juga kekurangan intoleransi dalam berbagai instansi.
"Ini terjadi karena tidak adanya kebersamaan identitas, identitas yang bersifat nasional dan juga saling mengerti, kasih sayang sesama suku bangsa dan agama," tambah dia.
Nadiem menambahkan dia akan menerjemahkan pendidikan karakter itu ke dalam konten dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak bisa hanya dimasukkan ke dalam kurikulum ataupun baca buku saja.
"Kita tidak mungkin belajar nilai-nilai, kalau tidak dilakukan melalui kegiatan pendidikan karakter tersebut. Selain itu pendidikan karakter harus melibatkan keluarga dan masyarakat. Jadi salah satu yang akan saya canangkan adalah bagaimana pendidikan karakter langsung ada masyarakat dan konten-konten kekinian, agar masyarakat tahu apa itu moralitas, masyarakat sipil, akhlak melalui contoh nyata bukan filosofi," tutup Nadiem. [ANTARA]
Share:

Sebut Timteng Bangsa Rapuh, Kemenag: Radikalisme Tak Mudah Masuk Indonesia

Sebut Timteng Bangsa Rapuh, Kemenag: Radikalisme Tak Mudah Masuk Indonesia
Ilustrasi perbedaan. (Shutterstock)
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengatakan Indonesia tidak mudah untuk dimasuki ideologi-idologi lain selain dari Pancasila, termasuk pemahaman radikal yang belakangan menjadi musuh dan lawan negara.
Kamaruddin mengungkapkan dibanding negara lain di Timur Tengah, Indonesia bahkan menjadi negara paling tahan banting terhadap pemahaman radikalisme. Hal tersebut, lanjut dia, lantaran Indonesia memiliki ormas-ormas Islam dengan semua unsurnya sebagai kekuatan untuk membentengi Indonesia dari paham radikalisme.
“Indonesia tak mudah dimasukin ideologi radikalisme, meskipun hal itu kita harus waspadai. Negara-negara yang lain misalnya di Timur Tengah mereka bangsanya mudah rapuh karena tak punya infrastruktur yang kuat, kita punya itu,” kata Kamaruddin dalam diskusi Forum Merdeka Barat bertajuk Mengedepankan Strategi Deradikalisasi di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (11/11/2019).
“Sehingga Alhamudillah kalau ada ideologi yang masuk ke Indonesia, dia harus menghadapi pemerintah, berhadapan ormas-ormas islam, berhadapan pondok pesantren, berhadapan dengan para ulama dan para sarjana. Mereka harus menghadapi jumlah yang sangat besar sehingga tak mudah indoensia di penetrasi,” sambungnya.
Ia menjelaskan ormas-ormas Islam yang memainkan peran sebagai penangkal radikalisme, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Tidak hanya sebagai pencegah masuknya radikalisme, dua ormas Islam terbesar tersebut bersama ormas lainnya yang moderat, kata Kamaruddin juga berperan dalam menjaga dan merawat persatuan dan Bhineka Tunggal Ika.
“Coba bayangkan NU radikal, atau bayangkan Muhammadiyah radikal atau salah satu ormas radikal, Indonesia bisa kacau luar biasa. Tetapi kita punya NU, Muhammadiyah, ormas mainstream yang ada itu berperan baik. Dan inilah infrastruktur menjadi penyangga meskipun kita plural, majemuk, dan di-masukin ideologi-ideologi lain tapi tak semudah itu,” kata Kamaruddin.
Share:

Recent Posts